1. Penyeimbangan antara Diferensiasi dan Integrasi.
Diferensiasi horizontal seharusnya memungkinkan orang untuk lebih terspesialisasi dan dengan demikian menjadi lebih produktif. Namun, perusahaan sering menemukan bahwa spesialisasi membatasi komunikasi antar subunit dan menghambat mereka untuk saling belajar. Sebagai hasil dari diferensiasi horizontal, anggota dari fungsi atau divisi yang berbeda mengembangkan orientasi yang hanya mengacu pada tujuan tiap subunit atau kecenderungan untuk melihat peran seseorang dalam organisasi secara kaku hanya dari perspektif kerangka waktu, tujuan, dan orientasi interpersonal dari suatu subunit. Misalnya, departemen produksi sangat memperhatikan pengurangan biaya dan peningkatan kualitas; sehingga cenderung memiliki pandangan jangka pendek karena biaya dan kualitas merupakan tujuan produksi yang harus dipenuhi setiap hari. Sebaliknya, dalam R&D, inovasi pada proses produksi mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuahkan hasil; dengan demikian, karyawan R&D biasanya memiliki pandangan jangka panjang. Ketika fungsi yang berbeda melihat sesuatu secara berbeda, komunikasi akan gagal dan koordinasi menjadi sulit. Untuk menghindari masalah komunikasi yang dapat timbul dari diferensiasi horizontal, organisasi mencoba menemukan cara baru atau cara yang lebih baik untuk mengintegrasikan fungsi. Biasanya dengan cara mempromosikan kerja sama, koordinasi, dan komunikasi di antara subunit yang terpisah.
Bagaimana cara memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar subunit merupakan tantangan utama bagi para manajer. Salah satu alasan masalah pada bagian ini adalah perkembangan orientasi tiap subunit yang membuat komunikasi menjadi sulit dan kompleks. Alasan lain dari kurangnya koordinasi dan komunikasi adalah bahwa manajer sering gagal dalam menggunakan mekanisme dan teknik yang tepat untuk mengintegrasikan subunit organisasi. Untuk itu dalam proses diferensiasi memerlukan sebuah pengaturan agar sebuah subunit tidak terlalu terspesialisasi yang akan menyebabkan sulitnya melakukan komunikasi tiap subunit, oleh karena itu diperlukan adanya proses integrasi untuk menyeimbangkannya.
Integrasi adalah proses mengkoordinasikan berbagai tugas, fungsi, dan divisi agar dapat bekerja sama, tidak saling bertentangan. Ada enam mekanisme atau teknik integrasi yang dapat digunakan manajer saat tingkat diferensiasi pada organisasi mereka meningkat (Jones, 2013). Mekanisme paling sederhana adalah hierarki otoritas dan yang paling kompleks adalah departemen yang dibuat khusus untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai fungsi atau divisi.
Hierarki Otoritas
Teknik integrasi yang paling sederhana adalah hierarki otoritas, yang membedakan individu berdasarkan jumlah otoritas yang mereka miliki. Karena hierarki menentukan siapa yang melapor kepada siapa makai a akan mengoordinasikan berbagai peran dalam organisasi. Manajer harus dengan hati-hati membagi dan mengalokasikan otoritas dalam suatu fungsi dan antara satu fungsi dan fungsi lainnya untuk meningkatkan koordinasi.
- Kontak Langsung
Kontak langsung antara orang-orang di subunit yang berbeda adalah mekanisme integrasi kedua. Sering kali ada lebih banyak masalah yang terkait dengan penerapan mekanisme ini daripada dengan hierarki otoritas. Masalah utama integrasi lintas fungsi adalah bahwa seorang manajer di suatu fungsi tidak memiliki otoritas atas manajer di fungsi lain. Hanya Direktur Utama/Pimpinan Perusahaan atau beberapa manajer puncak lainnya di atas tingkat fungsional yang memiliki kekuatan untuk campur tangan jika dua bagian/fungsi yang berbeda mengalami konflik. Karena itu, membangun hubungan pribadi dan kontak profesional antara orang-orang di semua tingkatan dalam fungsi dan bagian yang berbeda merupakan langkah penting untuk mengatasi masalah yang timbul dikarenakan orientasi subunit yang berbeda. Manajer dari berbagai fungsi yang memiliki kemampuan untuk melakukan kontak langsung satu sama lain kemudian dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah bersama dan mencegahnya muncul sejak awal.
- Pembentukan Tugas Penghubung
Ketika kebutuhan komunikasi antar dua subunit semakin meningkat dan urgent yang seringnya diakibatkan dari perubahan lingkungan yang cepat, sebagian anggota dari tiap subunit biasanya diberikan tanggung jawab utama untuk bekerja sama dan saling berkoordinasi dalam aktivitas subunit. Tiap individu yang memegang peran penghubung ini dapat mengembangkan koneksi dan komunikasi yang mendalam dengan individu di subunit lain. Interaksi ini membantu mengatasi hambatan antar subunit. Seiring waktu, ketika orang-orang yang berperan sebagai penghubung belajar untuk bekerja sama, mereka dapat menjadi semakin fleksibel dalam mengakomodasi permintaan subunit lain.
- Pembentukan Gugus Tugas
Seiring bertambahnya ukuran dan kompleksitas organisasi, lebih dari dua subunit mungkin akan perlu bekerja sama untuk memecahkan masalah umum. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk melayani pelanggannya secara efektif, misalnya, mungkin memerlukan masukan dari produksi, pemasaran, teknik, dan R&D. Solusi yang dibuat biasanya berbentuk gugus tugas, sebuah komite sementara yang dibentuk untuk menangani masalah tertentu. Satu atau beberapa anggota dari setiap fungsi bergabung dengan gugus tugas yang akan bertemu secara teratur hingga solusi untuk sebuah masalah ditemukan. Anggota gugus tugas kemudian bertanggung jawab untuk menjelaskan solusi yang dicapai ke tiap bagiannya untuk mendapatkan masukan dan persetujuan mereka. Untuk meningkatkan efektivitas gugus tugas, seorang manajer senior yang bukan anggota dari salah satu bagian yang terlibat biasanya memimpin rapat.
- Team
Ketika masalah yang dihadapi gugus tugas menjadi masalah strategis atau administratif yang sedang berlangsung, gugus tugas menjadi permanen. Tim adalah gugus tugas atau komite permanen. Sebagian besar perusahaan saat ini, misalnya, telah membentuk tim pengembangan produk dan kontak pelanggan untuk memantau dan menanggapi tantangan yang sedang berlangsung dari peningkatan persaingan di pasar global.
- Pengintegrasian Peran (Tugas) atau Departemen
Ketika organisasi menjadi besar dan kompleks, hambatan komunikasi antara fungsi dan divisi cenderung meningkat. Manajer di divisi yang membuat produk berbeda, misalnya, mungkin tidak akan pernah bertemu satu sama lain. Koordinasi antar subunit akan sangat sulit terutama dalam organisasi yang mempekerjakan ribuan orang. Salah satu cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan membuat peran terintegrasi yang mengoordinasikan subunit. Peran pengintegrasian adalah posisi manajerial penuh waktu yang dibentuk khusus untuk meningkatkan komunikasi antar divisi.
Masalah desain organisasi yang dihadapi adalah untuk menetapkan tingkat integrasi yang sesuai dengan tingkat diferensiasi organisasi. Manajer harus mencapai keseimbangan yang tepat antara diferensiasi dan integrasi. Organisasi kompleks yang sangat terdiferensiasi memerlukan integrasi tingkat tinggi untuk mengoordinasikan aktivitasnya secara efektif. Sebaliknya, ketika organisasi memiliki struktur peran yang relatif sederhana dan jelas, biasanya hanya perlu menggunakan mekanisme integrasi sederhana. Para manajer akan menemukan bahwa hierarki otoritas menyediakan semua kendali dan koordinasi yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Bagaimanapun, manajer perlu memastikan bahwa mereka tidak terlalu banyak melakukan diferensiasi atau integrasi pada organisasinya. Diferensiasi dan integrasi keduanya memakan biaya yang cukup banyak dalam hal jumlah manajer yang dipekerjakan dan jumlah waktu manajerial yang dihabiskan untuk mengkoordinasikan kegiatan organisasi.
Manajer yang menghadapi tantangan untuk memutuskan bagaimana dan seberapa besar untuk diferensiasi dan integrasi yang akan dilakukan harus melakukan dua hal, yang pertama ialah secara hati-hati membimbing proses diferensiasi sehingga organisasi bisa membangun kompetensi inti yang memberinya keunggulan kompetitif; dan yang kedua ialah secara hati-hati mengintegrasikan organisasi dengan memilih mekanisme koordinasi yang tepat yang memungkinkan subunit untuk berkomunikasi dan bekerja sama untuk memperkuat kompetensi intinya.
2. Penyeimbangan antara Diferensiasi dan Integrasi.
Dalam membahas diferensiasi vertikal, perlu dicatat bahwa membangun hierarki otoritas seharusnya dapat meningkatkan cara organisasi berfungsi karena masing-masing individu dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka karena hierarki menentukan wilayah otoritas setiap orang dalam organisasi. Namun, banyak perusahaan mengeluh bahwa ketika hierarki ada, karyawan terus-menerus mencari arahan kepada atasan mereka. Ketika beberapa masalah baru atau masalah yang tidak biasa muncul, mereka memilih untuk tidak menghadapinya, atau mereka meneruskannya kepada atasan mereka, daripada berasumsi terhadap tanggung jawab dan risiko menghadapinya. Karena tanggung jawab dan pengambilan risiko menurun, demikian pula kinerja organisasi, karena anggotanya tidak memanfaatkan peluang baru untuk menggunakan kompetensi intinya. Ketika tidak ada yang mau mengambil tanggung jawab, pengambilan keputusan menjadi lambat dan organisasi menjadi tidak fleksibel sehingga tidak dapat berubah dan beradaptasi dengan perkembangan baru.
Sentralisasi vs Desentralisasi Otoritas
Otoritas memberi satu individu kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban individu lain atas tindakan mereka dan hak untuk membuat keputusan tentang penggunaan sumber daya organisasi. Diferensiasi vertikal melibatkan pilihan tentang bagaimana mendistribusikan otoritas. Tetapi walaupun dengan terbentuknya hierarki otoritas, persoalan seperti seberapa banyak otoritas pengambil keputusan yang akan didelegasikan ke setiap tingkat harus diselesaikan.
Sangatlah dimungkinkan untuk merancang sebuah organisasi di mana para manajer di puncak hierarki memiliki semua kewenangan untuk membuat keputusan penting. Bawahan menerima perintah dari atas, bertanggung jawab atas seberapa baik mereka mematuhi perintah tersebut, dan tidak memiliki kewenangan untuk memulai tindakan baru atau menggunakan sumber daya untuk tujuan yang mereka yakini penting. Ketika otoritas untuk membuat keputusan penting dipegang oleh manajer di puncak hierarki, otoritas dikatakan sangat terpusat. Sebaliknya, ketika otoritas untuk membuat keputusan penting tentang sumber daya organisasi dan untuk memulai proyek baru didelegasikan kepada manajer di semua tingkatan dalam hierarki, otoritas akan sangat terdesentralisasi.
Setiap alternatif memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Keuntungan dari sentralisasi adalah memungkinkan manajer puncak mengoordinasikan kegiatan organisasi dan menjaga organisasi tetap fokus pada tujuannya. Sentralisasi akan menjadi masalah, ketika manajer puncak menjadi kelebihan beban dan tenggelam dalam pengambilan keputusan operasional tentang masalah sumber daya sehari-hari. Ketika ini terjadi, mereka hanya memiliki sedikit waktu yang dihabiskan untuk pengambilan keputusan strategis jangka panjang dan perencanaan kegiatan organisasi masa depan yang penting. Hal-hal penting seperti memutuskan strategi terbaik untuk tetap kompetitif akan sering terabaikan.
Keuntungan dari desentralisasi adalah bahwa ia mengutamakan fleksibilitas dan daya tanggap dengan memungkinkan manajer tingkat yang lebih rendah untuk membuat keputusan. Manajer tetap bertanggung jawab atas tindakan mereka tetapi memiliki kesempatan untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar dan mengambil risiko. Selain itu, pada otoritas terdesentralisasi manajer dapat membuat keputusan penting yang memungkinkan mereka menunjukkan keterampilan dan kompetensi pribadi mereka dan mungkin akan lebih termotivasi untuk bekerja dengan baik. Kelemahan dari desentralisasi adalah jika begitu banyak wewenang yang didelegasikan sehingga para manajer di semua tingkatan dapat membuat keputusan sendiri, perencanaan dan koordinasi akan menjadi sangat sulit. Dengan demikian, terlalu banyak desentralisasi dapat menyebabkan organisasi kehilangan kendali atas proses pengambilan keputusannya.
Tantangan yang timbul dalam perancangan struktur organisasi adalah menentukan keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan desentralisasi pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Jika otoritas terlalu terdesentralisasi, manajer memiliki begitu banyak kebebasan sehingga mereka dapat mengejar tujuan dan sasaran fungsional mereka sendiri dengan mengorbankan tujuan organisasi. Sebaliknya, jika otoritas terlalu terpusat dan manajemen puncak membuat semua keputusan penting, manajer di bawah hierarki menjadi takut untuk membuat langkah baru dan tidak memiliki kebebasan untuk menanggapi masalah yang muncul dalam kelompok dan departemen mereka sendiri.
Yang ideal adalah seimbangnya sentralisasi dan desentralisasi otoritas sehingga manajer level menengah dan level bawah diizinkan untuk membuat keputusan penting, dan tanggung jawab utama manajer puncak menjadi pengambil keputusan strategis jangka panjang. Jadi akan muncul keseimbangan yang baik antara pembuatan strategi jangka panjang dan fleksibilitas dan inovasi jangka pendek karena manajer level menengah dan level bawah dapat merespons dengan cepat masalah dan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
3. Penyeimbangan antara Standarisasi dan Mutual Adjustment
Tantangan yang dihadapi semua organisasi, besar dan kecil, adalah merancang struktur yang mencapai keseimbangan yang tepat antara standardisasi dan mutual adjustment. Standardisasi adalah kesesuaian dengan model atau aturan tertentu biasanya ditentukan oleh seperangkat aturan, prosedur, dan norma yang sudah terbentuk dengan baik yang dianggap tepat dalam situasi tertentu. Pengambilan keputusan dan koordinasi standar melalui aturan dan prosedur membuat tindakan orang menjadi rutin dan dapat diprediksi. Sedangkan, mutual adjustment adalah proses yang berkembang di mana orang menggunakan lagsung penilaian terbaik mereka atas suatu kejadian daripada menggunakan aturan standar untuk mengatasi sebuah masalah, memandu pengambilan keputusan, dan melakukan koordinasi. Keseimbangan yang tepat antara dua aspek ini membuat banyak tindakan dapat diprediksi sehingga tugas dan tujuan organisasi tercapai, namun tetap memberikan kebebasan kepada karyawan untuk berperilaku fleksibel sehingga mereka dapat merespons situasi yang cepat berubah dan tantangan-tantangan baru secara kreatif.
Tantangan desain yang dihadapi manajer adalah menemukan cara terbaik untuk menggunakan aturan dan norma untuk menstandarisasi perilaku, sementara pada saat yang bersamaan memungkinkan penyesuaian untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menemukan cara baru dan lebih baik untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan kebutuhan akan standardisasi dengan kebutuhan mutual adjustment perlu mengingat bahwa individu pada hierarki atau fungsi yang lebih tinggi akan melakukan tugas yang kompleks dan penuh ketidakpastian, dan ia akan lebih mengandalkan mutual adjustment dibanding standardisasi untuk mengoordinasikan tindakan mereka.
Dinalogika. Tantangan dalam Menyusun Desain Struktur Organisasi. [online] Tersedia di: https://dinalogika.com/index.php/2021/08/13/tantangan-dalam-menyusun-desain-struktur-organisasi/ [Diakses 13 Agustus 2021]