Para peramal masa depan (futurist) mengatakan bahwa abad ke-21 disebut sebagai abad pengetahuan, karena pengetahuan telah menjadi landasan segala aspek kehidupan (Trilling & Hood, 1999). Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat, tetapi diawali oleh pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan juga akibat dari transformasi nilai-nilai budaya. Era pengetahuan telah memaksa kita untuk mengubah sejumlah aturan main, cara kerja, perilaku dan bahkan telah menjungkirbalikkan paradigma yang dianggap benar pada zaman sebelumnya. Hal yang paling sesat akan terjadi apabila saat kini kita masih menggunakan cara berpikir dan cara pandang lama di era yang sudah berubah.
Begitu pula, rontoknya puncak piramida ekonomi Indonesia pada tahun 1998 – 1999, menunjukkan gambaran jelas tentang ketidakmampuan para pelaku ekonomi atau pelaku bisnis nasional dalam menyesuaikan perilakunya dengan tuntutan perubahan zaman. Kecenderungan perubahan tidak menyisakan alternatif lain selain harus berubah – siapa tidak mau dan/atau tidak mampu berubah, dipersilakan untuk meninggalkan arena kehidupan (bagi perusahaan bisnis, berarti harus siap untuk bangkrut, dan jika terjadi pada institusi pemerintah, berarti harus siap menghadapi mosi tidak percaya dari masyarakat).
Tuntutan perubahan ini berlaku bagi setiap tingkat kehidupan, baik pada tingkat individu, organisasi maupun negara. Suatu negara yang hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai ”mesin” pertumbuhan ekonominya, seiring dengan waktu pada akhirnya akan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara yang menjalankan kebijakan ekonomi berbasis pengetahuan. Oleh Karena itu, aplikasi KM di setiap sektor kehidupan, baik di tingkat individual (KM sebagai ”mesin” Personal, Personal KM); tingkat organisasi (KM sebagai ”mesin” organisasi – Knowledge-Driven Organization); maupun tingkat negara (KM sebagai ”mesin” ekonomi – Knowledge-based Economy) menjadi sebuah keharusan.
Berikut akan dibahas tentang KM sebagai ”Mesin” Personal; KM sebagai ”Mesin” Organisasi, dan KM sebagai ”Mesin” Ekonomi.
1. KM Sebagai ”Mesin” Personal
Insan berbeda dengan makhluk lainnya karena mereka memiliki akal dan rasa. Insan memiliki kemampuan untuk berpikir dan bekerja yang dikendalikan oleh akal dan perasaannya. Kualitas akal dan perasaan insan bergantung pada kualitas pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin banyak dan semakin tinggi kualitas pengetahuan dan pengalaman insan, akan semakin tinggi pula kapasitas akal dan rasanya sehingga semakin tinggi pula derajat ataupun tingkat peradabannya. Dengan daya pikir dan daya rasanya, insan memiliki kemampuan untuk menemukan, menyimpan, serta menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Insan menggunakan pengetahuan dan pengalamannya, baik untuk keperluan diri sendiri, maupun keperluan organisasi tempat dia bekerja atau untuk keperluan negara tempat dia mengabdi.
Pengetahuan memiliki sifat tidak berwujud (intangibel) tidak bisa dilihat dan tidak bisa dikalkulasi, tetapi sangat bisa dirasakan ”daya-mampunya”. Oleh karena itu, insan sering disebut memiliki inherent power – kekuatan yang tidak tampak, yang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan fisiknya. Terkait dengan pengetahuan dan pengalaman insan, ada dua hal yang perlu diperhatikan:
A. Pengetahuan Tumbuh Sangat Pesat
Pada tahun 1993, saya pernah membaca sebuah jurnal yang menjelaskan hasil studinya tentang pertumbuhan jumlah pengetahuan di dunia. Jurnal tersebut menyebutkan bahwa jumlah pengetahuan di dunia bertambah dua kali lipat setiap 32 tahun. Pada tahun 2009, IDC Digital Universal White Paper menuliskan bahwa di era digital informasi ini, pertumbuhan pengetahuan di dunia bisa mencapai lima kali lipat dalam tempo empat tahun (Gambar 1).
Dapat dibayangkan jika seorang insan tidak belajar untuk memperbarui atau menambah pengetahuannya hanya dalam satu tahun, maka (secara rata-rata) pengetahuannya sudah kedaluwarsa sebanyak 5/4 bagiannya, atau semuanya sudah tidak relevan lagi dengan dunia kerja.
Gambar 1. Pertumbuhan Pengetahuan di Era Digital Informasi
Sumber: IDC Digital Universe White Paper, Sponsered by EMC, May, 2009
Era digital informasi memudahkan Modal Insani untuk mencari informasi/ pengetahuan. Kemudahan ini justru menimbulkan masalah baru. Derasnya aliran informasi ibarat seorang insan akan meminum dari air hidran (sumber air untuk pemadam kebakaran) karena debit dan tekanan airnya sangat tinggi, menyebabkan insan yang minum air tersebut akan ’gelagapan’, bahkan pasti tidak akan mampu meminumnya. Hal ini analog dengan insan yang bingung menentukan informasi/pengetahuan mana yang bermanfaat untuk dirinya, mana yang hoax, dan mana yang benar – lihat Gambar 2.
Gambar 2. Informasi Berlimpah dan Membuat Insan “Gelagapan”
Sumber: http://quotesjunk.com/fabulous-internet-quote-getting-information-off-the-internet-is-like-taking-a-drink-from-a-fire-hydrant/
B. Sifat Insan yang Pelupa
Otak insan memiliki kapasitas 100 miliar neuron dan setiap neuron otak memiliki kemampuan untuk terhubungkan dengan 200.000 neuron lainnya, membentuk +900 miliar simpul-simpul jaringan otak sehingga kapasitas otak insan sebenarnya (diduga) setara dengan +1.000.000 Gigabites (Buzan, Dottino, & Israel, 2007:145). Akan tetapi dalam kenyataan atau umumnya, insan malas belajar sehingga neuron tidak berisi informasi kosong. Neuron yang kosong akan mati (tidak tumbuh), yang akibatnya jaringan otak insan kebanyakannya tidak tumbuh dengan maksimal, maka kapasitas otaknya akan jauh lebih rendah dari potensi kapasitas maksimum yang dimilikinya.
Ketidaksempurnaan perkembangan jaringan otak insan ditambah dengan malasnya insan berpikir (menggunakan pengetahuan dan pengalamannya) menyebabkan pengetahuan dan pengalaman yang sudah tersimpan dalam neuronnya menjadi sulit diingat (recall) dan pada akhirnya terlupakan (’hilang’ dari memori ingatannya). Untuk menguji bahwa insan itu pelupa, silakan ingat-ingat kembali berapa banyak pengetahuan yang saudara simpan saat dahulu di SMA dan apakah sekarang masih diingat?
Karena dua hal paradoks di atas terjadi, bahwa pengetahuan berlimpah tetapi insan adalah makhluk pelupa, maka untuk mengelola pengetahuan personal agar tetap terpelihara dan terbarukan, dibutuhkan sistem dan teknologi, yang disebut Personal KM. Secara definisi, kami sajikan pengertian Personal KM (PKM) dari Wikipedia:
”PKM is a collection of processes that a person uses to gather, classify, store, search, retrieve, and share knowledge in his or her daily activities (Grundspenkis 2007), and the way in which these processes support work activities (Wright 2005). It is a response to the idea that knowledge workers increasingly need to be responsible for their own growth and learning”.
Setelah pentingnya mengelola pengetahuan di tingkat personal, maka selanjutnya peran Knowledge Management (KM) di tingkat organisasi. Berlanjut ke MENGAPA PERLU KNOWLEDGE MANAGEMENT (2)
Penulis: Jann Hidajat Tjakraatmadja, Didin Kristinawati
Jika menggunakan sebagian atau seluruhnya dari tulisan ini, cantumkan sumber referensinya dengan cara:
Tjakraatmadja, Jann. H. & Kristinawati, D. (2017). Strategi Implementasi Knowledge Management. Bandung: Penerbit ITB